Guru adalah Sutradara
Besok sekolah tahun ajaran baru ajan dimulai maka saya coba berbagi cerita tentang GURU. Karena merekalah yang paling berperab di dalam kelas mulai esok hari. Berangkat dari asumsi bahwa sutradara merupakan orang yang berperan besar dalam keberhasilan sebuah film, maka guru dalam proses pembelajaran siswa, agar berhasil, ada baiknya berperan sebagai sutradara.
Analog tersebut setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal.
Pertama:
Kurikulum 2004 memberi keleluasaan kepada guru untuk mengembangkan proses pembelajaran. Depdiknas melalui Balitbang kurikulumnya hanya menetapkan dua komponen dalam silabus, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar (Kurikulum 2004: 20-30). Komponen lain seperti strategi, materi, alokasi waktu, dan sumber bahan ajar, diserahkan kepada guru untuk dikembangkan sesuai dengan prinsip relevansi, konsistensi, dan adekuasi.
Kata keleluasaan itulah, yang perlu digarisbawahi. Sebab, di dalamnya tersirat makna kreativitas yang idealnya menjadi daya hidup bagi setiap guru. Kita tahu, sutradara bekerja berdasarkan skenario. Tetapi ketika sudah terlibat dalam proses penggarapan film, ia tidak secara kaku menerjemahkan teks skenarionya. Ia harus terus menggali ide dan kreasinya, agar proses penggarapan itu berhasil. Demikian pula guru, tidak harus terjebak pada skenario pembelajaran yang bersifat tekstual. Ia dapat mengupayakan berbagai strategi, materi, dan sumber bahan ajar secara variatif.
Ketika satu strategi dianggap kurang berhasil, guru perlu mencoba strategi lain. Ketika materi dan sumber bahan perlu dikembangkan, ia dapat memanfaatkan potensi sumber bahan yang makin lengkap, dari koran hingga internet.
Ingat, buku teks kini bukan lagi harga mati bagi siswa. Barangkali, semua itu relevan pula dengan ungkapan jawa"guru ora kurang lakon".
Kedua:
Cara pandang sutradara kepada para pekerja film, khususnya para aktor. Mereka selalu berpandangan bahwa pada diri aktor sesungguhnya telah ada bakat dan kemampuan. Tugas sutradara tinggal mengarahkannya. Bagaimana ia dengan sabar dan tekun mengasah talenta para aktor, dengan selalu berprinsip bahwa apa yang mereka lakukan adalah "proses untuk menjadi". Sehingga, mereka tidak pernah berhenti untuk menggali potensi diri.
Demikian pula guru. Paradigma siswa adalah kertas putih yang masih kosong, harus ditinggalkan. Karena pada diri siswa sebenarnya telah ada bakat dan kemampuan. Tugas gurulah, untuk mematangkan segenap potensi itu.
Perlu diingat pula, sutradara yang baik selalu mengenali karakter setiap aktor. Demikian pula guru. Ia perlu mengenali perbedaan karakter siswa dengan baik, sehingga -meski proses pembelajaran bermodel klasikal- guru tidak mematikan prinsip pembelajaran individual.
Lalu, bagaimana bila sutradara itu harus berperan sebagai aktor? Apakah guru juga harus menjadi demikian? Jawabannya, Ya! Ingat adanya ungkapan "A good teacher is an actor".
Jadi guru yang baik juga tahu, kapan saatnya ia berperan sebagai sahabat, orang tua, dan pengajar bagi siswa yang selalu dibanggakannya.
Pertanyaan terakhir, siapkah kita (guru) menjadi sutradara bagi siswa? Jawaban bijak, barangkali: Siap untuk terus belajar dan menempa diri. Bukankah menjadi guru sesungguhnya juga "proses untuk menjadi" yang tak pernah berhenti!
Bila demikian, yang muncul di hadapan siswa adalah sosok guru yang dekat dengan siswa dan mampu menjadi tumpuan harapan untuk membimbing mereka meraih masa depan.
tugas sutradara itu ibarat pencipta sesuatu yang nantinya akan divisualisasikan. dan tentu saja sutradara inilah yang menjadi dalang dalam proses penciptaan itu, di mana pada otak sutradara inilah karya tersebut akan diwujudkan.
gampangannya....si sutradara ini harus mempunyai gambaran, mau diwujudkan seperti apa karya tersebut.
kalau kriteria sutradara, pastinya dia harus paham betul apa yang ingin dia sampaikan dan paham betul tentang seluk beluk bidang yang dia geluti itu, bahkan masalah yang kecil sekalipun.
setahu saya ada dua macam sutradara.
1. sutradara yang menuntut pemainnya untuk memainkan peran sesuai konsepnya atau sesuai apa yang ada di otaknya.
misalnya dalam dunia peran, ketika salah satu pemainnya harus berperan sebagai pengemis, si sutradara itu menuntut pemainnya itu untuk menjadi pengemis sesuai dengan intepretasinya si sutradara ini, bahkan kalau perlu si sutradara ini harus memberi contoh seperti apa pengemis yang dia kehendaki itu.
kasarannya, sutradara ini adalah sutradara yang otoriter, dimana semuanya harus seperti yang ada di otaknya. namun keotoriterannya itu sangat wajar mengingat dialah yang menjadi sutradara (pencipta) dan pemainnya itu sebagai ciptaannya.
kelemahan pada jenis sutradara semacam ini adalah membatasi kreativitas si pemain, mengingat pemainnya adalah manusia juga yang pasti mempunyai daya imaji yang berbeda pula. dan perlu dicatat, kelemahan pada sutradara ini tidak berlaku pada sutradara yang pemainnya adalah benda mati (dalang dengan wayangnya), namun tetap berlaku pula ketika dalang ini berhadapan dengan pemain waranggononya.
namun sekali lagi keotoriteran si sutradara ini tidak bisa disalahkan, karena itu adalah hak dia, dan otomatis untuk para pemain yang berhadapan dengan sutradara semacam ini adalah adanya kesediaan dia untuk menjadi boneka yang mau dibentuk sebagai apapun, terserah si sutradara tersebut (meski dalam kenyataannya sangat sering ditemui kesulitan ketika para pemain ini harus menjadi seperti yang ada di otak si sutradara)
namun asalkan ada komunikasi yang baik antara si sutradara dan pemainnya, adanya kesadaran peran antara sutradara dan pemainnya dan adanya kesadaran si sutradara bahwa si pemain itu juga pastinya mempunyai kekurangan, semuanya bisa di atasi kok.
2. sutradara yang membebaskan para pemainnya untuk memvisualisasikan imajinasi si pemain, asalkan tidak bertentangan dengan isi konsep yang ada di otak sutradara.
dalam hal ini, sutradara memberi kesempatan kepada para pemainnya untuk 'mencari' sendiri jati diri peran mereka masing2 sesuai dengan apa yang mereka imajinasikan namun tetap dalam pantauan sang sutradara. ketika si sutradara melihat bahwa si pemain telah menemukan 'jiwa' yang akan diperankan, di sinilah sutradara memintanya untuk menyimpan 'jiwa' yang telah ditemukan tersebut untuk kemudian digali lebih dalam.
kelemahan dari jenis sutradara ini adalah adanya pandangan adanya kekurang tegasan pada sang sutradara. ada kesan bahwa sang sutradara ini melimpahkan tugas 'menciptakan' karya kepada para pemainnya untuk kemudian tugas dia hanya memilih mana yang pantas dilakukan mana yang tidak.
demikian pendapat saya, dan alangkah lengkapnyalah bila anda bisa menggabungkan kedua jenis sutradara tersebut, mempunyai ketegasan dalam mencutradarai namun tidak memenjarakan imajinasi dan daya kreasi para pemain. Assistant Director:
Hal pertama yang perlu diluruskan tentang Assistant Director/Asisten Sutradara adalah bahwa seorang asisten sutradara BUKANLAH asisten dari sutradara. Asisten Sutradara memiliki job desknya sendiri dan tidak bertanggung jawab pada sutradara, melainkan pada produser. Seringkali seseorang yang ingin menjadi sutradara menganggap bahwa asisten sutradara adalah jenjang untuk menjadi sutradara. Ini adalah suatu pemahaman yang keliru, karena pada dasarnya jenjang berikutnya dari seorang asisten sutradara adalah menjadi produser.
Hal ini disebabkan karena pekerjaan asisten sutradara sangat berhubungan dengan manajemen, bukan kreatif. Asisten Sutradara bertugas untuk membuat breakdown script, mengatur jadwal shooting dan memastikan shooting bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Seorang mentor pernah mengumpamakan bahwa asisten sutradara adalah “bad cop” sementara sutradara adalah “good cop”. Hal ini disebabkan karena asisten sutradara harus menjadi figur yang “galak” di set, sehingga membuatnya menjadi figur yang kurang populer. Namun, berhasilnya sebuah shooting sangat bergantung pada keahlian asisten sutradaranya. Jika seorang asisten sutradara dapat mengatur jadwal dengan baik dan mampu menangani keadaan dengan baik, maka kemungkinan besar shooting akan berjalan dengan baik.
Tugas lain yang sudah menempel pada asisten sutradara adalah berteriak-teriak memberikan segala cue pada crew. Biasanya sutradara akan memberikan cue-nya pada asisten sutradara, kemudian si asisten sutradara yang akan meneriakkannya.
Production Manager/Unit Production Manager:
Production Manager adalah sebuah jabatan yang sangat penting dalam sebuah produksi yang berskala besar. Pada dasarnya tugas Production Manager adalah menjamin shooting bisa berjalan sesuai dengan rencana. Ia adalah seseorang yang bertanggung jawab atas budget yang sudah tersedia, memastikan alat-alat tersedia, memastikan makanan untuk crew tersedia, memastikan ada transportasi untuk semua crew, dan hal-hal lainnya di lokasi shooting. Singkatnya, seorang production manager bertugas menjalankan visi dari seorang produser. Ia juga bertugas untuk mengantisipasi masalah yang akan terjadi dan menangani masalah yang terjadi di lokasi.
Seorang Production Manager mutlak harus memiliki pengetahuan standart produksi film agar bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Jika pengetahuan seperti ini tidak dimiliki, bisa-bisa seorang Production Manager menjadi bulan-bulanan kru. Di hollywood, syarat untuk menjadi seorang Production Manager adalah sudah pernah bekerja selama 260 hari sebagai seorang asisten sutradara.
Pada dasarnya, jika dalam sebuah produksi film sudah ada asisten sutradara dan production manager yang bagus, maka sutradara dapat menjalankan pekerjaannya dengan sangat nyaman dan produksi film dapat berjalan dengan sangat baik.
FUNGSI SUTRADARA
Fungsi disini diartikan dengan tugas dan tanggung jawab seorang sutradara. Secara umum, fungsi sutradara adalah melayani dan sekaligus memimpin pertunjukan atau pementasan di bidang artistik. (Jika dilihat dari persoalan manajemen, seorang Pimpinan Produksi atau Production Managerlah yang melaksanakan fungsi ini).
Secara ideal, fungsi seorang sutradara adalah merencanakan, memutuskan, mengarahkan, mewujudkan dan bertanggung jawab secara artistik dari pertunjukan atau pementasan yang dilaksanakan.
Kedua fungsi ini diemban dan dijalankan serempak dalam suatu ketika (bersama-sama). Tetapi seorang sutradara tidak dapat berjalan sendiri. Ia harus sadar akan dirinya dan kemampuannya. Oleh karena itu, ia membutuhkan orang lain yang dipilih dan diputuskannya (otoritas penuh!) untuk bekerja sama dalam menjalankan kedua fungsi tersebut.
Mereka dipilih dengan berdasarkan pada kebutuhan akan bidang-bidang khusus. Mereka terdiri dari dua kelompok besar yakni: pertama, kelompok pemain atau penari dan kedua, kelompok artistik. Kelompok pertama, sudah jelas, adalah kelompok orang-orang yang memiliki bakat atau keahlian bermain atau menari. Kelompok kedua, adalah orang-orang yang memiliki keahlian atau bakat di bidang perencanaan dan pelaksanaan untuk set/dekor/properti, desain tata cahaya (lampu), komposisi musik dan gerak, busana (kostum), rias wajah/rambut, aturan tata cara peralatan pentas (disebut: Pimpinan Panggung atau Stage Manager), dan pendamping penyutradaraan (disebut: Asisten Sutradara).
Penjabaran dari kedua fungsi sutradara adalah sebagai berikut:
1. Memilih naskah atau menulis naskah sesuai dengan tema yang diberikan.
2. Menafsirkan naskah yang dipilih. (Apabila sutradara sendiri yang menulis naskahnya, maka tingkat kesulitannya akan lebih kecil).
3. Menentukan batang pokok penafsiran dari naskah.
4. Memilih dan menentukan pemain dengan peran (casting) dan pekerja artistik yang dibutuhkan.
5. Memberikan batang pokok penafsiran naskah kepada seluruh personil yang telah dipilih untuk terlibat.
6. Membicarakan dan menyetujui rancangan atau desain set/dekor/properti/cahaya/busana/rias wajah-rambut, komposisi musik dan gerak (tari).
7. Membuat rencana pembiayaan yang dibutuhkan.
8. Melatih pemain dengan baik dan jujur sesuai dengan batang pokok penafsiran naskah yang sudah dipilih.
9. Mengembangkan gagasannya dengan mengacu pada batang pokok penafsiran naskah yang sudah dipilih.
10. Mengamati pertunjukan atau pementasan dan memberikan dorongan moril kepada pemainnya.
Apabila seorang sutradara bermaksud untuk mempercayakan pelaksanaan salah satu fungsinya kepada pihak lain karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, maka seorang sutradara harus pandai-pandai memberikan keseimbangan antara kekuasaan yang ada padanya dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada pihak lain tersebut.
source
Analog tersebut setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal.
Pertama:
Kurikulum 2004 memberi keleluasaan kepada guru untuk mengembangkan proses pembelajaran. Depdiknas melalui Balitbang kurikulumnya hanya menetapkan dua komponen dalam silabus, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar (Kurikulum 2004: 20-30). Komponen lain seperti strategi, materi, alokasi waktu, dan sumber bahan ajar, diserahkan kepada guru untuk dikembangkan sesuai dengan prinsip relevansi, konsistensi, dan adekuasi.
Kata keleluasaan itulah, yang perlu digarisbawahi. Sebab, di dalamnya tersirat makna kreativitas yang idealnya menjadi daya hidup bagi setiap guru. Kita tahu, sutradara bekerja berdasarkan skenario. Tetapi ketika sudah terlibat dalam proses penggarapan film, ia tidak secara kaku menerjemahkan teks skenarionya. Ia harus terus menggali ide dan kreasinya, agar proses penggarapan itu berhasil. Demikian pula guru, tidak harus terjebak pada skenario pembelajaran yang bersifat tekstual. Ia dapat mengupayakan berbagai strategi, materi, dan sumber bahan ajar secara variatif.
Ketika satu strategi dianggap kurang berhasil, guru perlu mencoba strategi lain. Ketika materi dan sumber bahan perlu dikembangkan, ia dapat memanfaatkan potensi sumber bahan yang makin lengkap, dari koran hingga internet.
Ingat, buku teks kini bukan lagi harga mati bagi siswa. Barangkali, semua itu relevan pula dengan ungkapan jawa"guru ora kurang lakon".
Kedua:
Cara pandang sutradara kepada para pekerja film, khususnya para aktor. Mereka selalu berpandangan bahwa pada diri aktor sesungguhnya telah ada bakat dan kemampuan. Tugas sutradara tinggal mengarahkannya. Bagaimana ia dengan sabar dan tekun mengasah talenta para aktor, dengan selalu berprinsip bahwa apa yang mereka lakukan adalah "proses untuk menjadi". Sehingga, mereka tidak pernah berhenti untuk menggali potensi diri.
Demikian pula guru. Paradigma siswa adalah kertas putih yang masih kosong, harus ditinggalkan. Karena pada diri siswa sebenarnya telah ada bakat dan kemampuan. Tugas gurulah, untuk mematangkan segenap potensi itu.
Perlu diingat pula, sutradara yang baik selalu mengenali karakter setiap aktor. Demikian pula guru. Ia perlu mengenali perbedaan karakter siswa dengan baik, sehingga -meski proses pembelajaran bermodel klasikal- guru tidak mematikan prinsip pembelajaran individual.
Lalu, bagaimana bila sutradara itu harus berperan sebagai aktor? Apakah guru juga harus menjadi demikian? Jawabannya, Ya! Ingat adanya ungkapan "A good teacher is an actor".
Jadi guru yang baik juga tahu, kapan saatnya ia berperan sebagai sahabat, orang tua, dan pengajar bagi siswa yang selalu dibanggakannya.
Pertanyaan terakhir, siapkah kita (guru) menjadi sutradara bagi siswa? Jawaban bijak, barangkali: Siap untuk terus belajar dan menempa diri. Bukankah menjadi guru sesungguhnya juga "proses untuk menjadi" yang tak pernah berhenti!
Bila demikian, yang muncul di hadapan siswa adalah sosok guru yang dekat dengan siswa dan mampu menjadi tumpuan harapan untuk membimbing mereka meraih masa depan.
tugas sutradara itu ibarat pencipta sesuatu yang nantinya akan divisualisasikan. dan tentu saja sutradara inilah yang menjadi dalang dalam proses penciptaan itu, di mana pada otak sutradara inilah karya tersebut akan diwujudkan.
gampangannya....si sutradara ini harus mempunyai gambaran, mau diwujudkan seperti apa karya tersebut.
kalau kriteria sutradara, pastinya dia harus paham betul apa yang ingin dia sampaikan dan paham betul tentang seluk beluk bidang yang dia geluti itu, bahkan masalah yang kecil sekalipun.
setahu saya ada dua macam sutradara.
1. sutradara yang menuntut pemainnya untuk memainkan peran sesuai konsepnya atau sesuai apa yang ada di otaknya.
misalnya dalam dunia peran, ketika salah satu pemainnya harus berperan sebagai pengemis, si sutradara itu menuntut pemainnya itu untuk menjadi pengemis sesuai dengan intepretasinya si sutradara ini, bahkan kalau perlu si sutradara ini harus memberi contoh seperti apa pengemis yang dia kehendaki itu.
kasarannya, sutradara ini adalah sutradara yang otoriter, dimana semuanya harus seperti yang ada di otaknya. namun keotoriterannya itu sangat wajar mengingat dialah yang menjadi sutradara (pencipta) dan pemainnya itu sebagai ciptaannya.
kelemahan pada jenis sutradara semacam ini adalah membatasi kreativitas si pemain, mengingat pemainnya adalah manusia juga yang pasti mempunyai daya imaji yang berbeda pula. dan perlu dicatat, kelemahan pada sutradara ini tidak berlaku pada sutradara yang pemainnya adalah benda mati (dalang dengan wayangnya), namun tetap berlaku pula ketika dalang ini berhadapan dengan pemain waranggononya.
namun sekali lagi keotoriteran si sutradara ini tidak bisa disalahkan, karena itu adalah hak dia, dan otomatis untuk para pemain yang berhadapan dengan sutradara semacam ini adalah adanya kesediaan dia untuk menjadi boneka yang mau dibentuk sebagai apapun, terserah si sutradara tersebut (meski dalam kenyataannya sangat sering ditemui kesulitan ketika para pemain ini harus menjadi seperti yang ada di otak si sutradara)
namun asalkan ada komunikasi yang baik antara si sutradara dan pemainnya, adanya kesadaran peran antara sutradara dan pemainnya dan adanya kesadaran si sutradara bahwa si pemain itu juga pastinya mempunyai kekurangan, semuanya bisa di atasi kok.
2. sutradara yang membebaskan para pemainnya untuk memvisualisasikan imajinasi si pemain, asalkan tidak bertentangan dengan isi konsep yang ada di otak sutradara.
dalam hal ini, sutradara memberi kesempatan kepada para pemainnya untuk 'mencari' sendiri jati diri peran mereka masing2 sesuai dengan apa yang mereka imajinasikan namun tetap dalam pantauan sang sutradara. ketika si sutradara melihat bahwa si pemain telah menemukan 'jiwa' yang akan diperankan, di sinilah sutradara memintanya untuk menyimpan 'jiwa' yang telah ditemukan tersebut untuk kemudian digali lebih dalam.
kelemahan dari jenis sutradara ini adalah adanya pandangan adanya kekurang tegasan pada sang sutradara. ada kesan bahwa sang sutradara ini melimpahkan tugas 'menciptakan' karya kepada para pemainnya untuk kemudian tugas dia hanya memilih mana yang pantas dilakukan mana yang tidak.
demikian pendapat saya, dan alangkah lengkapnyalah bila anda bisa menggabungkan kedua jenis sutradara tersebut, mempunyai ketegasan dalam mencutradarai namun tidak memenjarakan imajinasi dan daya kreasi para pemain. Assistant Director:
Hal pertama yang perlu diluruskan tentang Assistant Director/Asisten Sutradara adalah bahwa seorang asisten sutradara BUKANLAH asisten dari sutradara. Asisten Sutradara memiliki job desknya sendiri dan tidak bertanggung jawab pada sutradara, melainkan pada produser. Seringkali seseorang yang ingin menjadi sutradara menganggap bahwa asisten sutradara adalah jenjang untuk menjadi sutradara. Ini adalah suatu pemahaman yang keliru, karena pada dasarnya jenjang berikutnya dari seorang asisten sutradara adalah menjadi produser.
Hal ini disebabkan karena pekerjaan asisten sutradara sangat berhubungan dengan manajemen, bukan kreatif. Asisten Sutradara bertugas untuk membuat breakdown script, mengatur jadwal shooting dan memastikan shooting bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Seorang mentor pernah mengumpamakan bahwa asisten sutradara adalah “bad cop” sementara sutradara adalah “good cop”. Hal ini disebabkan karena asisten sutradara harus menjadi figur yang “galak” di set, sehingga membuatnya menjadi figur yang kurang populer. Namun, berhasilnya sebuah shooting sangat bergantung pada keahlian asisten sutradaranya. Jika seorang asisten sutradara dapat mengatur jadwal dengan baik dan mampu menangani keadaan dengan baik, maka kemungkinan besar shooting akan berjalan dengan baik.
Tugas lain yang sudah menempel pada asisten sutradara adalah berteriak-teriak memberikan segala cue pada crew. Biasanya sutradara akan memberikan cue-nya pada asisten sutradara, kemudian si asisten sutradara yang akan meneriakkannya.
Production Manager/Unit Production Manager:
Production Manager adalah sebuah jabatan yang sangat penting dalam sebuah produksi yang berskala besar. Pada dasarnya tugas Production Manager adalah menjamin shooting bisa berjalan sesuai dengan rencana. Ia adalah seseorang yang bertanggung jawab atas budget yang sudah tersedia, memastikan alat-alat tersedia, memastikan makanan untuk crew tersedia, memastikan ada transportasi untuk semua crew, dan hal-hal lainnya di lokasi shooting. Singkatnya, seorang production manager bertugas menjalankan visi dari seorang produser. Ia juga bertugas untuk mengantisipasi masalah yang akan terjadi dan menangani masalah yang terjadi di lokasi.
Seorang Production Manager mutlak harus memiliki pengetahuan standart produksi film agar bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Jika pengetahuan seperti ini tidak dimiliki, bisa-bisa seorang Production Manager menjadi bulan-bulanan kru. Di hollywood, syarat untuk menjadi seorang Production Manager adalah sudah pernah bekerja selama 260 hari sebagai seorang asisten sutradara.
Pada dasarnya, jika dalam sebuah produksi film sudah ada asisten sutradara dan production manager yang bagus, maka sutradara dapat menjalankan pekerjaannya dengan sangat nyaman dan produksi film dapat berjalan dengan sangat baik.
FUNGSI SUTRADARA
Fungsi disini diartikan dengan tugas dan tanggung jawab seorang sutradara. Secara umum, fungsi sutradara adalah melayani dan sekaligus memimpin pertunjukan atau pementasan di bidang artistik. (Jika dilihat dari persoalan manajemen, seorang Pimpinan Produksi atau Production Managerlah yang melaksanakan fungsi ini).
Secara ideal, fungsi seorang sutradara adalah merencanakan, memutuskan, mengarahkan, mewujudkan dan bertanggung jawab secara artistik dari pertunjukan atau pementasan yang dilaksanakan.
Kedua fungsi ini diemban dan dijalankan serempak dalam suatu ketika (bersama-sama). Tetapi seorang sutradara tidak dapat berjalan sendiri. Ia harus sadar akan dirinya dan kemampuannya. Oleh karena itu, ia membutuhkan orang lain yang dipilih dan diputuskannya (otoritas penuh!) untuk bekerja sama dalam menjalankan kedua fungsi tersebut.
Mereka dipilih dengan berdasarkan pada kebutuhan akan bidang-bidang khusus. Mereka terdiri dari dua kelompok besar yakni: pertama, kelompok pemain atau penari dan kedua, kelompok artistik. Kelompok pertama, sudah jelas, adalah kelompok orang-orang yang memiliki bakat atau keahlian bermain atau menari. Kelompok kedua, adalah orang-orang yang memiliki keahlian atau bakat di bidang perencanaan dan pelaksanaan untuk set/dekor/properti, desain tata cahaya (lampu), komposisi musik dan gerak, busana (kostum), rias wajah/rambut, aturan tata cara peralatan pentas (disebut: Pimpinan Panggung atau Stage Manager), dan pendamping penyutradaraan (disebut: Asisten Sutradara).
Penjabaran dari kedua fungsi sutradara adalah sebagai berikut:
1. Memilih naskah atau menulis naskah sesuai dengan tema yang diberikan.
2. Menafsirkan naskah yang dipilih. (Apabila sutradara sendiri yang menulis naskahnya, maka tingkat kesulitannya akan lebih kecil).
3. Menentukan batang pokok penafsiran dari naskah.
4. Memilih dan menentukan pemain dengan peran (casting) dan pekerja artistik yang dibutuhkan.
5. Memberikan batang pokok penafsiran naskah kepada seluruh personil yang telah dipilih untuk terlibat.
6. Membicarakan dan menyetujui rancangan atau desain set/dekor/properti/cahaya/busana/rias wajah-rambut, komposisi musik dan gerak (tari).
7. Membuat rencana pembiayaan yang dibutuhkan.
8. Melatih pemain dengan baik dan jujur sesuai dengan batang pokok penafsiran naskah yang sudah dipilih.
9. Mengembangkan gagasannya dengan mengacu pada batang pokok penafsiran naskah yang sudah dipilih.
10. Mengamati pertunjukan atau pementasan dan memberikan dorongan moril kepada pemainnya.
Apabila seorang sutradara bermaksud untuk mempercayakan pelaksanaan salah satu fungsinya kepada pihak lain karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, maka seorang sutradara harus pandai-pandai memberikan keseimbangan antara kekuasaan yang ada padanya dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada pihak lain tersebut.
source
0 komentar:
Posting Komentar